Bloomberg Technoz
Tayang pada
27 Agustus 2025 pukul 00.00
Alasan RI Cabut Mandatori Ekspor Batu Bara Pakai Harga Patokan
Bloomberg Technoz, Jakarta – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) membeberkan salah satu alasan pemerintah mencabut ketentuan kewajiban harga patokan batu bara (HPB) sebagai acuan transaksi penjualan batu bara.
Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy Hartono mengatakan penyebabnya adalah karena importir besar seperti China dan India enggan membeli batu bara Indonesia dengan harga acuan yang ditetapkan pemerintah.
Menurutnya, kebijakan mandatori harga acuan untuk transaksi ekspor batu bara kurang tepat karena kesepakatan penjualan sebaiknya melalui mekanisme pasar di mana harga tidak perlu dikendalikan pemerintah.
“Kalau dipatok kayak gitu, misalnya harus dengan harga yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM, malah bagi produsen kesusahan. Penyebabnya, belum tentu pembeli dari luar itu mau menurunkan harga yang diminta oleh penjual tersebut. Faktanya seperti itu,” katanya saat ditemui di Jakarta, dikutip Rabu (27/8/2025).
“Salah satu faktornya karena produsen batu bara itu harus menjual ke mereka dengan harga yang ditetapkan pemerintahan.”
Suplai Melimpah
Sudirman juga menyoroti kebijakan harga batu bara acuan (HBA) yang berlaku pada 1 Maret 2025 tersebut diterapkan ketika suplai batu bara di Asia dan Australia melimpah.
Walhasil, China memutuskan untuk mengurangi impornya dari Indonesia, sehingga ekspor batu bara Indonesia berkurang.
“Akan tetapi, itu salah satu faktornya adalah menurut beberapa marketing perusahaan batu bara itu karena dipaksa untuk menetapkan harga yang tinggi. Sementara itu, China bisa mendapatkan [batu bara] dari negara-negara lain yang harganya lebih rendah,” jelasnya.
Sudirman menyarankan HPB semestinya digunakan hanya sebagai pedoman untuk menentukan royalti maupun kewajiban perpajakan saja. Dengan demikian, produsen tetap bebas menjual batu bara dengan harga yang telah disepakati secara business to business (b2b).
“Kalau dipatok untuk menjual dengan harga yang diinginkan pasti akan membuat masalah baru. Lebih baik diserahkan ke mekanisme pasar antara penjual dan pembeli sepakatnya di pasaran internasional bagaimana karena memang itu yang paling bagus,” ujarnya.
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) kala itu tidak menampik kebijakan mandatori penggunaan HBA atau HPB untuk kegiatan ekspor sempat membuat pasar komoditas internasional bergejolak.
Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani mengatakan para importir batu bara Indonesia di luar negeri sangat reaktif terhadap kebijakan tersebut.
“Kalau bicara soal HBA, kami dari anggota APBI pastinya ingin terus dan comply pada aturan pemerintah. Untuk HBA awalnya memang sempat menimbulkan shock atau kejutan-kejutan di buyer. Itu hal yang biasa juga, karena buyer biasanya sangat reaktif,” ujarnya usai kegiatan FGD Batu Bara, Mei.
Kebijakan pemerintah Indonesia, kata Gita, memang acapkali menimbulkan reaksi di pasar batu bara internasional. Dia mencontohkan, saat pemerintah mengumumkan kenaikan produksi batu bara pada 2023 dan 2024, pasar pun bergejolak.
“Sama halnya dengan HBA. Kita belum rilis apa-apa, tetapi pasar di sana menanyakan ‘Ini kenapa?’ Itu adalah reaksi pasar yang wajar, di mana pembeli pasti menginginkan harga yang jauh lebih murah daripada penjual,” terang Gita.
Di China sendiri, Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batubara setempat sebelumnya sudah melaporkan beberapa perusahaan mungkin akan berusaha untuk membatalkan atau merundingkan ulang kontrak jangka panjang yang telah disepakati akibat penentuan HBA atau HPB sebagai standar harga ekspor batu bara Indonesia.
Pembeli di China disebut menolak keras langkah Indonesia itu, lantaran produksi dan impor domestik yang tinggi selama bertahun-tahun, dikombinasikan dengan permintaan yang lemah selama musim dingin, telah menyebabkan banyak orang memiliki persediaan yang melimpah.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia resmi mencabut ketentuan kewajiban HPB sebagai acuan transaksi penjualan batu bara.
Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 268.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu Bara yang diteken pada 8 Agustus 2025.
Beleid anyar ini sekaligus mencabut Kepmen ESDM Nomor 72.K/MB.01/MEM.B/2025 yang disahkan pada 24 Februari 2025. Aturan yang disebut terakhir awalnya menetapkan HPB sebagai acuan transaksi penjualan batu bara.
Kendati demikian, HPB bakal tetap menjadi dasar perhitungan untuk pengenaan perpajakan dan pengenaan iuran produksi.
Adapun, penetapan harga mineral acuan dan harga batu bara acuan akan dilakukan pada tanggal 1 dan tanggal 15 setiap bulan berjalan.
“Kepmen ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam Kepmen ini, akan diadakan perbaikan,” seperti dilihat dari Kepmen tersebut.
(mfd/wdh)
Sumber:
Artikel Lainnya
IDX Channel.com
Tayang pada
10 Emiten Batu Bara Paling Cuan di 2024, Siapa Saja?
CNBC Indonesia
Tayang pada
2 Kabar Baik Hari ini: Harga Batu bara Naik, China Balik ke RI Lagi
CNBC Indonesia
Tayang pada
4 Perusahaan China Tertarik Ubah Batu Bara RI Jadi DME
Bloomberg Technoz
Tayang pada
5 Proyek Hilirisasi Bukit Asam (PTBA), Tak Cuma DME Batu Bara
Detik Kalimantan
Tayang pada