Prospek perdagangan batu bara Indonesia akan lebih menantang di tengah rencana penurunan permintaan dari China pada tahun depan. Meski sejumlah negara Asia Tenggara diproyeksi bakal meningkatkan permintaan, kinerja komoditas ini turut ditentukan oleh situasi geopolitik global.

Bisnis, JAKARTA — Perdagangan komoditas batu bara Indonesia pada 2025 dibayangi rencana penurunan permintaan dari China dan terus memanasnya peta geopolitik global. Meski begitu, kalangan pengusaha optimistis permintaan emas hitam akan tetap sehat pada tahun depan.

Batu bara masih menjadi salah satu produk unggulan ekspor Indonesia meski dihadapkan dengan upaya dunia beralih pada penggunaan energi bersih. Pun demikian, komoditas ini masih menjadi penopang pembangkit listrik di Tanah Air.

Tahun ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) Mineral telah mematok produksi batu bara dapat mencapai 710 juta ton. Berdasarkan Mineral One Data Indonesia, target ini nyaris terlampaui dengan realisasi mencapai 707,52 juta ton per 13 November 2024. 

Dari jumlah tersebut, sekitar 669,21 juta ton telah terjual ke pasar. Realisasi ini terbagi untuk ekspor sekitar 356,13 juta ton dan 313,08 juta ton lainnya untuk pasar dalam negeri. Situasi saat ini diperkirakan tidak jauh berbeda dengan proyeksi pada tahun depan. 

Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Mahyarani menyebutkan bahwa kinerja perdagangan batu bara 2025 akan dipengaruhi oleh situasi geopolitik, cuaca dan kebijakan pemerintah yang akan berdampak pada biaya produksi. 

“Proyeksi kinerja sektor batubara tahun depan diperkirakan tidak akan jauh berbeda dengan tahun ini. Supply dan demand masih cukup sehat pada titik ekuilibrium-nya,” katanya kepada Bisnis, Rabu (13/11/2024).

Lebih lanjut, permintaan batu bara Indonesia diperkirakan masih tetap didominasi oleh China meski negara itu telah menyatakan rencana untuk menekan impor energi fosil tersebut. Kondisi ini diharapkan dapat diimbangi dengan perkiraan peningkatan permintaan dari sejumlah negara Asia Tenggara. 

Pengapalan ke India diproyeksi juga tidak akan banyak berubah kendati industri emas hitam di Negara Anak Benua tengah berupaya menggenjot produksi di dalam negeri. Di tengah situasi geopolitik, asosiasi meyakini produk unggulan ekspor ini akan terus menopang kinerja perdagangan RI pada 2025. 

“Produk batu bara akan tetap menjadi penopang neraca perdagangan apabila melihat perkembangan perekonomian di domestik, Asia Tenggara dan China pada tahun 2025,” tuturnya.

China terus menjadi negara tujuan batu bara Indonesia dengan nilai perdagangan hingga US$11,32 miliar sepanjang Januari – September 2024. Kemudian disusul India US$5,54 miliar, Jepang US$4,41 miliar, Malaysia US$3,29 miliar serta Singapura US$3,36 miliar.

Secara total, ekspor batu bara Indonesia hingga September 2024 mencapai US$40,73 miliar. Sedangkan pada tahun lalu, pengiriman komoditas tersebut ke luar negeri menyentuh SU$59,49 miliar.

KELANJUTAN HILIRISASI BATU BARA

Meski produk batu bara terus dihadapkan dengan upaya dunia dalam memacu pemanfaatan energi bersih, pemerintah memastikan bahwa penghiliran komoditas ini menjadi dimethyl ether (DME) atau gasifikasi batu bara terus berlanjut di era Presiden Prabowo Subianto.

"Itu salah satu program ke depan yang akan kita dorong sebagai bentuk penghiliran daripada batu bara. Itu diupayakan terus," kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Kantor Kementerian ESDM, Senin (4/11/2024).

Dia pun menegaskan bahwa eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara [PKP2B] yang mendapatkan perpanjangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), wajib menjalankan penghiliran batu bara.

Kendati, Bahlil menyebut produk akhir penghiliran batu bara tidak wajib berupa DME. DME sendiri selama ini ditargetkan bisa menjadi pengganti liquefied petroleum gas (LPG). "Wajib hilirisasi, tapi tidak mesti DME," ucap Bahlil.

Proyek gasifikasi batu baru belakangan mamang masih menghadapi sejumlah tantangan. Bahkan, dikabarkan ada pihak yang berusaha menjegal upaya pemerintah tersebut. Bahlil menyebut sejumlah pihak bermain-main berupaya mencegah proyek gasifikasi batu bara menjadi DME untuk terealisasi.

Padahal, DME merupakan salah satu proyek penghiliran untuk menggantikan LPG, sekaligus menekan impor LPG Indonesia yang saat ini tercatat sebanyak 6 juta ton.

"Dulu Pak Presiden [Jokowi] sudah melakukan groundbreaking membuat DME untuk mengelola batu bara kalori rendah menjadi LPG tetapi saya tahu ada yang mencegat waktu saya menjadi menteri investasi," ujarnya pada Kamis (26/9/2024) lalu.


Setelah diangkat menjadi Menteri ESDM sejak Agustus 2024 lalu, dia pun mulai mengantisipasi dan tak segan melawan pihak yang bermain-main dengan proyek tersebut.  "Enggak boleh, kalau dulu saya kan sendiri toh, sekarang mohon maaf barang ini ada paten, patennya dikit ini barang," terangnya.

Pengembangan DME merupakan upaya untuk menyubtitusi LPG yang selama ini masih impor. Kementerian ESDM mencatat Indonesia masih mengimpor LPG hingga 6 juta ton per tahun dengan nilai US$3,45 miliar. Bahkan, Indonesia harus mengeluarkan devisa yang signifikan untuk impor LPG sekitar Rp450 triliun keluar setiap tahun untuk membeli minyak dan gas, termasuk LPG. 

Kendati demikian, sejumlah proyek DME yang tengah digarap saat ini pun belum tampak membuahkan hasil nyata. proyek milik PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) hingga PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) pun mandek.

Sumber: Prospek perdagangan batu bara Indonesia akan lebih menantang di tengah rencana penurunan permintaan dari China pada tahun depan. Meski sejumlah negara Asia Tenggara diproyeksi bakal meningkatkan permintaan, kinerja komoditas ini turut ditentukan oleh situasi geopolitik global.