
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan ketiga di pekan ini, Rabu (8/1/2020), di zona merah.
Pada pembukaan perdagangan, IHSG melemah 0,49% ke level 6.248,44. Per akhir sesi satu, koreksi indeks saham acuan di Indonesia tersebut telah bertambah dalam menjadi 0,78% ke level 6.230,67. Hingga pukul 15:00 WIB, koreksi IHSG adalah sebesar 0,68% ke level 6.236,81.
Saham-saham emiten tambang batu bara ikut berkontribusi dalam membebani kinerja IHSG. Hingga berita ini diturunkan, saham-saham emiten tambang batu bara dengan kapitalisasi pasar besar kompak melemah.
Hingga berita ini diturunkan, harga saham PT Indika Energy Tbk (INDY) ambruk 2,35%, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) terkoreksi 1,45%, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melemah 1,62%, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) jatuh 1,11%, dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) terpangkas 0,63%.
Pelaku pasar tampak merealisasikan keuntungan atas saham-saham emiten tambang batu bara. Dalam beberapa waktu terakhir, saham-saham emiten tambang batu bara memang sudah memberikan keuntungan yang besar sehingga wajar jika pelaku pasar memilih untuk merealisasikan keuntungan yang sudah didapatkan.
Harga saham PTBA misalnya, sudah melejit 1,88% sejak awal tahun 2020 hingga penutupan perdagangan kemarin, Selasa (7/1/2020). Sementara itu, dalam periode yang sama harga saham INDY sudah meroket 6,69%.
Menguatnya harga batu bara menjadi salah satu faktor yang memantik aksi beli atas saham-saham emiten tambang batu bara di awal tahun 2020. Jika dihitung sejak awal tahun 2020 hingga penutupan penutupan perdagangan kemarin, harga batu bara kontak acuan ICE Newcastle membukukan apresiasi sebesar 0,87%, dari US$ 69,05/ton menjadi US$ 69,65/ton.
Memanasnya tensi geopolitik antara AS dan Iran menjadi salah satu faktor yang menjustifikasi aksi ambil untung atas saham-saham emiten tambang batu bara pada perdagangan hari ini.
Mengutip CNBC International, pada pagi hari ini waktu Indonesia Iran menembakkan misil ke beberapa markas militer AS di Irak. Diketahui, lebih dari selusin misil balistik diluncurkan oleh Iran ke beberapa markas militer AS tersebut. Serangan tersebut sudah dikonfirmasi oleh Pentagon.
Serangan pada hari ini merupakan balasan dari Iran atas serangan yang sebelumnya diluncurkan oleh AS.
Hingga berita ini diturunkan, #IranvsUSA memuncaki daftar trending topic dunia. Sementara itu, #IranAttacks menempati posisi dua.
Sebelumnya menjelang akhir pekan kemarin, "World War 3" sempat memuncaki daftar trending topic dunia selama nyaris seharian penuh.
Seperti yang diketahui, pada Jumat pagi waktu Indonesia (3/1/2020) AS diketahui telah menembak mati petinggi pasukan militer Iran. Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran), tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.
Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga meninggal dunia.
Pasca serangan yang menewaskan Soleimani, Iran mengutuk keras tindakan AS. Dalam pernyataannya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS.
"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2020).
Soleimani sendiri telah disanksi oleh AS sejak tahun 2007 dan pada Mei 2019, Washington memutuskan untuk melabeli Revolutionary Guards, beserta dengan seluruh bagiannya, sebagai organisasi teroris, menandai kali pertama label tersebut diberikan terhadap lembaga militer resmi dari sebuah negara.
Balasan dari AS sepertinya tak terelakkan. Pasalnya, sebelumnya pada Minggu pagi waktu Indonesia (5/1/2020) atau Sabtu malam waktu AS (4/1/2020), Presiden AS Donald Trump memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas pembunuhan Soleimani yang diotorisasi sendiri oleh dirinya. Kalau sampai peringatan tersebut tak diindahkan, Trump menyatakan akan menyerang sebanyak 52 wilayah sebagai balasan.
Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui serangkaian cuitan di akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, beberapa dari 52 wilayah tersebut merupakan lokasi yang sangat penting bagi Iran. Dipilihnya 52 wilayah tersebut melambangkan jumlah tawanan asal AS yang disandera oleh Iran di masa lalu.
Untuk diketahui, batu bara merupakan salah satu sumber energi utama di dunia. Hingga kini, mayoritas pembangkit listrik di dunia ditenagai oleh batu bara.
Ketika tensi antara AS dan Iran semakin tereskalasi, apalagi jika menjadi perang dunia ketiga, praktis aktivitas ekonomi di berbagai belahan dunia, khususnya AS selaku pemain utama dalam memanasnya tensi dengan Iran, akan melambat.
Mengingat AS merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, pastilah tekanan terhadap perekonomian AS akan membawa dampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian negara-negara lain. Ujung-ujungnya, permintaan atas batu bara akan melemah.
Padahal, perekonomian dunia mencoba bangkit pada tahun ini pasca diterpa tekanan yang signifikan di tahun 2019. Pada tahun 2020, International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan perekonomian global tumbuh sebesar 3,41%.
Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global melambat ke level 3,013%, dari yang sebelumnya 3,605% pada tahun 2018. Jika proyeksi tersebut benar adanya, maka laju pertumbuhan ekonomi global akan melambat selama dua tahun beruntun
Tak Patuhi DMO, Kontraktor Bakal Kena Denda
Lebih lanjut, aksi ambil untung atas saham-saham emiten tambang batu bara patut dicurigai ikut dipicu oleh keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memberikan sanksi denda bagi perusahaan tambang batu bara yang tidak memenuhi kewajibannya dalam kebijakan Domestic Market Obligation (DMO).
Sebagai informasi, kebijakan DMO merupakan kebijakan mewajibkan produsen batu bara untuk mengalokasikan minimum 25% dari produksinya untuk dijual kepada PLN dengan harga yang sudah diatur.
Kebijakan DMO sendiri bertujuan untuk memastikan pasokan batu bara untuk kebutuhan infrastruktur kelistrikan di Indonesia tetap tercukupi.
"Kalau beleid sebelumnya hanya pemotongan kuota produksi di tahun berikutnya kali ini berupa kewajiban membayar kompensasi terhadap sejumlah kekurangan penjualan," ungkap Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi, Selasa, (7/1/2020).
Pemerintah melalui Kementerian ESDM memutuskan kelanjutan kebijakan DMO kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Batu Bara, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi Batu Bara, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara tahap Operasi Produksi minimal sebesar 25% dari rencana jumlah produksi batu bara tahun 2020.
"Komitmen Pemerintah tetap melanjutkan kebijakan ini didasari atas pertimbangan kebutuhan dalam negeri dan keberlanjutan usaha," imbuhnya.
Kebijakan DMO sebesar minimum 25% akan berjalan seiringan dengan penetapan harga jual batu bara bagi penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebesar US$ 70 per metrik ton di tahun 2020. Besaran tersebut, jelas Agung, merupakan harga titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut dan menjadi batasan harga tertinggi bila Harga Batubara Acuan (HBA) melampaui harga tersebut.
Pemerintah sendiri menentukan penjualan batu bara didasarkan atas spesifikasi acuan pada kalori 6.322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.
Adapun syarat yang mesti dipenuhi bagi badan usaha penyedia tenaga listrik untuk kepentingan umum wajib memenuhi kontrak yang telah disepakati dengan pemegang IUP serta membuat perencanaan pemenuhan kebutuhan batu bara tahun berikutnya dengan mengutamakan mekanisme kontrak jangka panjang.
Semua ketentuan yang berlaku sejak 1 Januari 2020 tersebut telah ditetapkan melalui Menteri ESDM Arifin Tasrif melalui Keputusan Menteri Nomor 261 K/30/MEM/2019 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2020.