
Sumber : https://investor.id/business/asosiasi-tambang-usulkan-harga-khusus-batu-bara-direvisi
Investor.id 11/12/2019 memberitakan bahwa Asosiasi Pertambangan Indonesia mengusulkan revisi harga khusus batu bara bagi pembangkit listrik. Usulan tersebut disampaikan dalam sesi diskusi antara asosiasi dengan Kementerian ESDM, kemarin. Masukan dari para pemangku kepentingan diperlukan mengingat pada akhir Desember ini kebijakan harga khusus batu bara tersebut berakhir.
Patokan harga itu telah berjalan sejak Maret 2018 kemarin ketika harga batu bara melambung. Adapun harga yang ditetapkan pemerintah sebesar US$70/ton bila harga batu bara acuan (HBA) melebihi US$70/ton. Selain itu bila HBA di bawah US$70/ton maka harga batu bara bagi pembangkit mengikuti pergerakan HBA.
Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno mengatakan sejumlah isu pertambangan menjadi bahas diskusi termasuk harga batu bara khusus. Dia mengungkapkan usulan yang disampaikan agar harga khusus tersebut direvisi besarannya. Hal ini mengingat harga batu bara di pasaran internasional sedang melemah. Hanya saja dia tidak membeberkan besaran harga yang diusulkan. "Kalau dari asosiasi yang jelas kami minta harga pasar dikurangi sedikit jadilah harga DMO. Jadi HBA dasarnya," kata Djoko ditemui usai diskusi di Jakarta, Rabu (11/12).
Djoko menuturkan pelaku tambang masih meraup keuntungan ketika harga jual batu bara ke pembangkit listrik dipatok US$70/ton di tahun lalu. Kala itu harga batu bara masih dikisaran US$90/ton. Namun semenjak awal 2019 harga batu bara melemah dan kini di level US$60-an/ton. Oleh sebab itu dia berharap pemerintah memahami kondisi yang dialami oleh pelaku usaha. Pasalnya ongkos produksi masing-masing penambang berbeda. "Ya kira-kira (harga patokan) HBA berapa persen bisa dikurangi," usulnya.
Dikatakannya pelaku tambang tetap mendukung kebijakan alokasi batu bara dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Menurutnya kebijakan tersebut membantu pemerintah dalam menerangi negeri. Namun dia tidak membeberkan mengenai usulan sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan. "Kita ikut pemerintah karena PLN BUMN kami dukung. BUMN-nya butuh dukungan kita supaya bantu daerah-daerah terpencil, jadi kami setuju saja ada DMO," ujarnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot sebelumnya mengatakan sanksi penyesuaian produksi di 2019 faktanya sulit diterapkan. Pasalnya sanksi tersebut berdampak pada pengurangan tenaga kerja, penerimaan negara dan pendapatan daerah serta dampak sosial lainnya. "Kita cari formula yang baru. Mungkin tahun depan beda sanksinya. Ini sudah disampaikan perusahaan apakah sanksi berupa denda. Ini usulan dari perusahaan," ujarnya.
Sanksi penyesuaian produksi sudah diterapkan pada tahun ini. Tercatat sebanyak 34 perusahaan yang belum memenuhi DMO. Pasalnya dari 121 juta ton target DMO di 2018, hanya tercapai 115 juta ton. Perusahaan batu bara yang terkena pemangkasan produksi itu mayoritas berada di Kalimantan Timur. Pemangkasan produksi itu menimbulkan dampak negatif yang membuat Gubernur Kaltim Isran Noor mengadu ke Presiden Joko Widodo. Bambang menerangkan sanksi saja yang mengalami perubahan. Sedangkan kewajiban 25% DMO tetap diberlakukan.
Dia menegaskan kewajiban itu guna menjamin pasokan batu bara bagi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Pasalnya dalam beberapa waktu ke depan proyek PLTU program 35.000 MW segera beroperasi. Adapun kebutuhan batu bara PLTU bisa mencapai 200 juta ton per tahun. "Ini menjaga pertumbuhan energi coal power plant yang naik terus," ujarnya. Lebih lanjut Bambang menerangkan harga batu bara untuk pembangkit listrik pun tetap dipatok di 2020 mendatang.
Harga patokan batu bara itu segera berakhir pada 31 Desember 2019 nanti. Dia menyebut harga patokan itu agar menjaga tarif listrik tetap terjangkau bagi masyarakat. Hanya saja dia enggan memastikan besaran harga patokan itu US$70/ton alias sama yang diberlakukan sejak Maret 2018 kemarin. Menurutnya besaran harga patokan masih dikaji. "Harga khusus ini untuk PLN yang memang untuk rakyat. Kalau tidak ada harga khusus, subsidi listrik bisa naik," ujarnya.