Saham BYAN mengalami penguatan hari ini

Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20191030105301-17-111251/saham-konglomerat-low-tuck-kwong-melesat-hingga-20-ada-apa

CNBC Indonesia 30 Oktober  2019  memberitakan bahwa kejatuhan harga batu bara tampaknya tak berpengaruh terhadap kinerja saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN). Pada perdagangan pagi ini, Rabu (30/10/2019), harga saham perusahaan milik konglomerat batu bara, Dato Low Tuck Kwong ini, melesat hampir 20%.

Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham berkode BYAN naik 19,56% ke level Rp 16.350/saham. Volume perdagangan tercatat sebesar 3.300 unit senilai Rp 45,93 juta.

Volume dan nilai transaksi saham BYAN tersebut tidak terlalu besar, tetapi harga saham produsen batu bara ini melesat tinggi.

Harga batu bara dunia kembali ditutup melemah pada perdagangan Selasa kemarin (29/10). Harga batu bara kontrak berjangka ICE Newcastle ditutup di level US$ 67/ton atau turun 0,52%. Sejak awal September, harga batu bara acuan bergerak membentuk pola fluktuatif di rentang US$ 66-72/ton.

BYAN merupakan perusahaan milik taipan asal Kalimantan yang pernah menjadi warga negara Singapura, Low Tuck Kwong. Low pada usia ke-71 dinobatkan sebagai orang terkaya nomor 7 di Indonesia.

Forbes baru saja merilis jajaran orang paling berduit di 2019. Dari daftar tersebut, sebanyak 21 orang Indonesia masuk dalam jajarannya.

Di urutan ke-7 ada nama pendiri Bayan Resources, Low Tuck Kwong, dengan jumlah kekayaan US$ 2,4 miliar atau Rp 33,6 triliun (asumsi kurs US$1=Rp14.000).

Sebelum akhirnya dikenal sebagai pendiri Bayan Resources, Low Tuck Kwong harus melewati perjalanan hidup yang panjang. Low Tuck lahir di Singapura pada 17 April 1948 silam dari keluarga dengan basis bisnis konstruksi. Ayahnya, David Low Yi Ngo, merupakan pemilik perusahaan konstruksi di Singapura.

Low Tuck muda di usia 20 tahunnya memilih menimba ilmu di perusahaan ayahnya sebelum terjun mandiri di dunia bisnis. Tahun 1972, saat berusia 24 tahun kemudian Low Tuck pindah ke Indonesia mencoba peruntungan di bidang bisnis yang sama dengan sang ayah, yakni kontraktor bangunan.

Ia membuat perusahaan konstruksi yang khusus menangani pekerjaan umum, konstruksi bawah tanah hingga konstruksi bawah laut. Perusahaan konstruksi sipil ini kemudian mendapatkan kontrak batubara pada 1988.

Di tahun 1992, Low Tuck memutuskan berpindah kewarganegaraan dari Warga Negara Singapura menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Lima tahun setelahnya, November 1997, Low Tuck mengakuisisi PT Gunung Bayan Pratamacoal dan PT Dermaga Perkasapratama yang memiliki tambang. Setahun kemudian Low Tuck mengoperasikan terminal batubara di Balikpapan, Kalimantan.

Sejak itu, Low Tuck mengakuisisi sejumlah konsesi baru hingga resmi membentuk perusahaan induk yang dikenal dengan nama PT Bayan Resources. Melalui sejumlah perusahaan, Bayan Group memiliki hak eksklusif melalui lima kontrak pertambangan dan tiga kuasa pertambangan dari pemerintah Indonesia. Total konsesinya mencapai 81.265 hektare.

Low Tuck sejati-nya sudah masuk jajaran orang terkaya versi Forbes selama bertahun-tahun. Pada 2009, Low Tuck berada di posisi ke-25. Jumlah kekayaannya pun terus bertambah dari tahun ke tahun. Jika pada 2008 kekayaannya diperkirakan US$214 juta, pada 2009 telah menjadi US$1,18 miliar. Kekayaannya bertambah karena saham Bayan Resources naik hingga 474%.

Bahkan, Low Tuck Kwong pernah berada di urutan ketiga orang terkaya di Indonesia oleh Forbes pada 2012 dengan total kekayaan US$3,6 miliar. Naik drastis dari US$1,2 miliar pada Maret 2010.

Berdasarkan laman resmi www.forbes.com, Low Tuck juga mengendalikan perusahaan pelayaran Singapura, Manhattan Resources. Pada 8 Oktober 2010 Low Tuck membeli 5,3 juta saham di Manhattan Resources dari pasar terbuka, meningkatkan sahamnya menjadi 10,55% dari 9,36%. Sehari sebelumnya, ia telah membeli sekitar 1,8 juta saham. Secara tidak langsung memegang saham 49,57% di penyedia jasa kelautan.

Ia juga memiliki kepentingan dalam The Farrer Park Company, Samindo Resources dan Voksel Electric. Low juga ada di belakang nama besar SEAX Global, yang membangun sistem kabel laut bawah laut untuk konektivitas internet yang menghubungkan Singapura, Indonesia dan Malaysia.

Agustus 2008, Bayan Resources melantai di Bursa Efek Jakarta (BEJ) ketika itu. Bayan Resources melepas 3,33 miliar unit saham di harga Rp 5.800/saham.

Related Regular News: