
CNBC Indonesia 8 Oktober 2019 memberitakan bahwa harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) pada perdagangan Selasa sesi II ini (8/10/2019) melesat bersamaan dengan kenaikan harga batu bara dunia. Selain itu, perseroan juga dalam waktu dekat akan menyampaikan perpanjangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Jelang penutupan perdagangan hari ini, data BEI menunjukkan, harga saham BUMI naik 2,53% ke level Rp 81/saham. Volume transaksi tercatat mencapai 105,49 juta saham senilai Rp 8,58 miliar.
Salah satu katalis yang mendorong kenaikan harga saham BUMI adalah kenaikan harga batu bara yang menguat signifikan pada perdagangan kemarin. Harapan damai dagang Amerika Serikat (AS)-China ikut menjadi sentimen positif bagi batu bara.
Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) melesat 3,11% menjadi US$ 69,55/ton. Ini adalah harga tertinggi sejak 1 Oktober.
Banyak pelaku pasar di China berharap bahwa permintaan batu bara masih akan stabil pada November dan Desember mengingat tahun depan kebijakan kuota impor batu bara mulai diberlakukan.
Australia juga berharap India akan mengambilalih peran China sebagai importir batu bara metalurgi terbesar di dunia tahun depan. Pemerintah Australia mengestimasi impor batu bara kokas India mencapai 63 juta ton dan berharap naik menjadi 67 juta ton tahun depan.
Kenaikan permintaan batu bara Jerman di bulan Oktober masih akan jadi sentimen bullish yang mengangkat harga batu bara.
Terkait dengan kontrak PKP2B, Direktur BUMI Dileep Srivastava mengatakan nasib kontrak PKP2B atau Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara kedua tambang milik BUMI kemungkinan baru ada kepastian di akhir bulan ini.
"Akhir Oktober 2019 kemungkinan paling cepat kami bisa dapat kejelasan tentang kontrak, apalagi dengan ditundanya RUU Minerba atas permintaan Presiden Jokowi dan disampaikan juga oleh DPR," ujar Dileep, Senin (7/10/2019).
Dileep berharap kepastian ini bisa segera diberikan pemerintah, mengingat BUMI masuk sebagai penyetor PNBP (pendapatan negara bukan pajak) terbesar di Indonesia. "Ini salah satu argumen yang kita gunakan juga untuk prosesnya," kata dia.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PKP2B lain yang segera berakhir dalam 5 tahun mendatang, yakni PT Kendilo Coal Indonesia pada pada 2021, PT Kaltim Prima Coal (KPC) pada 2021, PT Multi Harapan Utama pada 2022, PT Arutmin Indonesia 2020, PT Adaro Indonesia pada 2022, PT Kideco Jaya Agung pada 2023, serta PT Berau Coal pada 2025.
Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandi Arif beberapa waktu lalu menuturkan kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Sebab, kekhawatiran bisa timbul jika PKP2B lain mengalami nasib serupa.
Ia mencontohkan, apabila Arutmin Indonesia yang habis masa kontrak pada 2020 dan KPC yang habis izin pada 2021 juga terkatung-katung nasibnya maka akan memberikan dampak pada industri batu bara, karena total produksi keduanya mencapai 100 juta ton.