Jakarta, CNBC 19 Agustus 2019 memberitakan bahwa ditutup di level US$ 69,8/metrik ton pada perdagangan akhir pekan lalu (16/8/2019), harga batu bara acuan Newcastle kontrak pengiriman September anjlok 6,23% dalam sepekan.
Bahkan ini merupakan posisi terendah dalam tiga tahun terakhir. Perlambatan ekonomi global masih menjadi sentimen utama yang memberi beban pada harga si batu legam. Terlebih, pekan lalu perekonomian Amerika Serikat (AS) terpapar risiko resesi yang kian nyata.
Pada hari Kamis (15/8/2019), imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) tenor 2 tahun ada di level 1,974%. Sementara yang bertenor 10 tahun sebesar 1,5826%. Dari data tersebut terlihat bahwa yield obligasi jangka pendek (2 tahun) lebih tinggi ketimbang jangka panjang (10 tahun), atau biasa disebut dengan inversi.
Ini adalah inversi pertama untuk dua tenor tersebut sejak Juni 2007. Pelaku pasar membaca fenomena tersebut sebagai sinyal-sinyal resesi. Benar saja, tidak lama berselang, tepatnya pada tahun 2008, terjadi krisis keuangan global.
Bahkan berdasarkan catatan sejarah, dari lima kali resesi yang terjadi di AS, seluruhnya didahului oleh inversi yield obligasi pemerintah AS tenor 2 dan 10 tahun.
Sebagai informasi, resesi merupakan kondisi dimana pertumbuhan ekonomi negatif alias terkontraksi untuk dua kuartal berturut-turut pada tahun yang sama.
Sementara itu, rilis data ekonomi yang buruk di sejumlah negara juga membuat pelaku pasar menilai perlambatan ekonomi global semakin parah.
Pasalnya sejumlah data indikator ekonomi di beberapa negara besar terbilang buruk.
Produksi industri China periode Juli tercatat tumbuh 4,8% year-on-year (YoY). Jauh melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 6,3% dan merupakan laju terlemah sejak Februari 2002.
Sementara penjualan ritel di Negeri Tirai Bambu pada Juli tumbuh 7,6% YoY, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang naik 9,8% YoY. Kemudian penjualan mobil di China pada Juli turun 2,6% YoY, padahal bulan sebelumnya melonjak 17,2% YoY.
Tak berhenti sampai di situ, pertumbuhan ekonomi Jerman pada kuartal II-2019 hanya sebesar 0,4% YoY. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 0,9% YoY.
Untuk keseluruhan 2019, pemerintah Jerman memperkirakan ekonomi tumbuh 0,5%. Tahun lalu, ekonomi Jerman tumbuh 1,5%.
Jerman adalah perekonomian terbesar di Eropa, perlambatan ekonomi di sana akan mempengaruhi satu benua. Terbukti pada kuartal II-2019 ekonomi Zona Euro tumbuh 1,1% YoY, melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 1,2% YoY.
Sementara itu, hubungan dagang AS dengan China masih belum pasti.
Memang, pertemuan tatap muka delegasi kedua negara akan kembali dilakukan pada awal September nanti. Presiden AS, Donald Trump juga mengatakan bahwa dialog dengan China masih terus dilakukan melalui sambungan telepon.
Namun tak ada yang benar-benar pasti. Terlebih bersama Trump.
Jika kemelut dagang kedua negara terus berlanjut, maka perekonomian global akan terus tertekan.
Alhasil pertumbuhan permintaan energi, yang salah satunya berasal dari batu bara juga akan mendapat tarikan ke bawah.