
Pengamat Energi dan Lingkungan Universitas Indonesia (UI) Rosari Saleh mengatakan, transisi energi merupakan suatu keniscayaan yang harus dilakukan di Indonesia. Namun menurutnya, hal ini harus dilakukan secara bertahap.
Dia mencontohkan, Indonesia juga perlu belajar dari negara-negara di Eropa seperti Jerman, Austria, Belanja, dan Italia yang belakangan justru memacu importasi energi fosil demi mengamankan pasokan gas akibat penghentian distribusi oleh Rusia. Bahkan Jerman sebagai salah satu pionir transisi menuju energi terbarukan berencana untuk mengimpor batu bara dari Indonesia sebagai langkah pengamanan pasokan energi.
"Kita harus belajar dari sini. Jangan sampai arah kebijakan yang disusun merugikan negara karena kondisi global sedang krisis, jadi transisi energi harus dilakukan secara bertahap" kata Rosari dalam keterangannya, Selasa (6/12).
Dia menjelaskan, negara-negara Benua Biru memang sempat agresif melakukan kampanye dan aksi untuk memangkas ketergantungan pada energi berbasis fosil. Namun menurutnya, krisis energi justru mendorong banyak negara itu untuk mencari sumber alternatif di luar Rusia.
Rosari menuturkan, pemerintah Indonesia juga perlu mencermati dinamika tersebut dalam setiap langkah yang ditempuh dalam melakukan transisi energi. "Apalagi hingga saat ini Indonesia masih sangat diuntungkan dengan energi fosil terutama mineral dan batu bara, termasuk minyak," jelasnya.
Misi pemerintah untuk mengembangkan ekonomi hijau mendapat dukungan penuh dari komunitas global, termasuk organisasi internasional selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.
Dalam forum tersebut, banyak negara mengapresiasi dan berkomitmen untuk membantu Indonesia dalam pengembangan energi hijau. Sebab, hal ini sejalan dengan arah ekonomi dunia menuju transisi energi.
Namun, Rosari berharap agar Indonesia dan negara lain patut cermat dalam melakukan transisi energi atau pengembangan energi hijau dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Salah satu aspek utamanya adalah keamanan pasokan energi dalam proses transisi tersebut.
"Jangan sampai karena tergesa-gesa melakukan transisi lalu sumber energi lama langsung ditinggalkan begitu saja. Masalah akan muncul jika tiba-terjadi disrupsi yang mengganggu pasokan energi," tambahnya.
Berdasarkan laporan realisasi APBN yang dirilis Kementerian Keuangan, komoditas sumber daya alam (SDA) sejauh ini memiliki kontribusi yang cukup besar pada kas negara. Setoran PNBP SDA hingga Oktober 2022 mencapai Rp 203,31 triliun, tumbuh 82,86 persen (year on year/yoy). Sektor ini juga turut serta menopang surplus neraca perdagangan nasional yang per Oktober 2022 tumbuh 11,45 persen (yoy).
Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan transisi energi menuju energi baru dan terbarukan (EBT) Indonesia tidak akan mengikuti pola negara lain. Ia menegaskan hal ini karena keadaan lapangan di Indonesia sangat berbeda.
“Indonesia kan negara kepulauan, tidak semua pulau memiliki (sumber) EBT. Ini yang perlu dicari solusinya, yaitu menyambungkan kabel antar pulau dengan transmisi. Jadi kita dukung EBT dengan transisi,” kata Erick dalam keterangannya, Senin (5/12).
Erick mengatakan transisi Indonesia harus disesuaikan dengan kondisi Indonesia sebagai negara maritim. Maka demikian, metode yang diaplikasikan di negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China tidak berlaku.
“Kita kepulauan, 75 persen laut. Sehingga kunci logistik adalah penting,” ujarnya.