Lagi-Lagi Resesi, Isu Yang Bikin Batu Bara Anjlok 2 Hari

Source: https://www.cnbcindonesia.com/market/20221006061338-17-377567/lagi-lagi-resesi-isu-yang-bikin-batu-bara-anjlok-2-hari

 

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara terus melandai. Pada perdagangan Rabu (5/10/2022), harga batu kontrak November di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 405,75 per ton. Harganya melandai 1,04% dibandingkan hari sebelumnya.

Pelemahan harga batu bara pada perdagangan kemarin memperpanjang tren negatif batu bara yang sudah berkutat di zona merah sejak Selasa. Dalam dua hari terakhir, batu bara sudah terpuruk 1,6%.

Dalam sepekan, harga batu bara sudah anjlok 3,3% secara point to point. Dalam sebulan, harga batu bara ambles 12,5% sementara dalam setahun masih melesat 44,9%.

Lesunya harga batu bara disebabkan oleh makin kencangnya isu resesi global.  Sejumlah lembaga/institusi kembali mengingatkan ancaman resesi. Lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memfokuskan diri pada perdagangan dan pembangunan (UNCTAD), Selasa (4/10/2022), mengingatkan ancaman resesi pada tahun mendatang.

"Semua wilayah akan terimbas. Ini adalah alarm bahaya bagi negara berkembang yang memiliki persoalan gagal bayar utang," tutur UNCTAD dalam laporannya Trade and Development Report 2022.

Sekretaris Jenderal UNCTAD Rebeca Grynspan menjelaskan salah satu pemicu resesi adalah kebijakan ketat di bidang moneter.

Survei terbaru dari perusahaan akuntan multinasional KPMG juga menunjukkan kencangnya kekhawatiran resesi.  KPMG melakukan survei terhadap 1.300 petinggi perusahaan antara Juli-Agustus.

Survei yang diterbitkan pada Rabu (5/10/2022) kemarin menunjukkan delapan dari 10 petinggi perusahaan percaya jika resesi akan terjadi selambatnya dalam 12 bulan ke depan.

Tujuh dari 10 petinggi perusahaan yang disurvei mengatakan resesi akan mengganggu pertumbuhan.

Kencangnya isu resesi inilah yang membuat harga batu bara meredup. Padahal, sejumlah faktor seharusnya mendukung pergerakan harga batu bara. Di antaranya adalah keputusan OPEC memangkas produksi minyak, kenaikan harga gas, proyeksi perbaikan permintaan dari China, hingga prakiraan cuaca di Australia yang memburuk.

Dilansir dari S&P Global, cuaca di Australia akan lebih basah pada Oktober-Desember. Kondisi ini akan mengganggu produksi dan pengiriman batu bara dari Australia. Padahal, Australia merupakan eksportir terbesar untuk batu bara metalurgi dan terbesar kedua untuk batu bara thermal.

Permintaan dari China juga diproyeksi akan bergerak membaik pada kuartal IV-2022 setelah lesu sepanjang tahun ini. Perbaikan permintaan ditopang relaksasi kebijakan Covid-19.

Data S&P Global menunjukkan volume transaksi di pasar spot pada kuartal III-2022 mencapai 2,72 juta, naik 22% dibandingkan pada kuartal II-2022.

Namun, secara keseluruhan, volume deal di pasar spot sepanjang tahun ini hanya 10,73 juta ton. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yang menembus 20,58 juta ton.

Anjloknya transaksi karena melandainya permintaan dari China yang merupakan konsumen terbesar batu bara di dunia. Ekonomi Negara Tirai Bambu lesu karena kebijakan zero Covid membatasi mobilitas serta aktivitas ekonomi mereka. Hal tersebut berimbas kepada permintaan batu bara.

Pelaku pasar kini menunggu Kongres Nasional Partai Komunis China untuk membaca arah perekonomian China dan permintaan batu bara dari mereka. Kongres akan digelar pada 16 Oktober mendatang.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Related Regular News: