
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara diperkirakan bergerak dalam tren kenaikan pada pekan ini setelah ambles pada minggu lalu. Pada perdagangan terakhir minggu lalu, Jumat (27/05/2022), harga batu kontrak Juni di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 370,5 per ton. Menguat 2,12% dibandingkan hari sebelumnya.
Namun, kenaikan harga pada Jumat lalu tidak mampu mengkompensasi buruknya performa batu bara minggu lalu. Secara keseluruhan, harga batu bara anjlok 12,03% pada pekan lalu.
Pelemahan juga membuat harga batu bara terlempar dari level US$ 400 per ton. Padahal, harga batu hitam sempat melewati level US$ 400 per ton pada periode 19-23 Mei 2022.
Analis Industri Bank Mandiri Ahmad Zuhdi memperkirakan harga batu bara kemungkinan akan bergerak menguat pada pekan ini. Menurutnya, harga batu bara juga berpeluang kembali tembus US$ 400 meskipun tidak akan melesat jauh dari radar tersebut.
"(Harga) akan cenderung stay atau naik. Masih akan kuat di level US$ 400 bawah," tutur Zuhdi, kepada CNBC Indonesia.
Zuhdi menjelaskan sejumlah faktor positif akan mendongkrak harga batu bara pekan ini. Di antaranya adalah masih besarnya permintaan dari India serta dibukanya kembali perekonomian China.
"Faktor lainnya adalah pasokan energi lain seperti gas dan minyak di beberapa negara termasuk Uni Eropa dan Amerika Serikat yang menipis," imbuhnya.
Seperti diketahui, India masih berkutat dengan persoalan pasokan batu bara setelah permintaan listrik di negara tersebut melonjak tajam akibat adanya gelombang hawa panas. Pemerintah India bahkan sudah mengeluarkan perintah khusus kepada BUMN tambang Coal India Ltd untuk mengimpor harga batu bara. Impor tersebut akan menjadi yang pertama yang dilakukan perusahaan tersebut sejak 2015 lalu.
Coal India akan mengimpor batu bara atas nama pembangkit Negara Bollywood atas dasar pemerintah ke pemerintah. Kebijakan tersebut diharapkan bisa mempercepat proses impor karena sejumlah negara bagian mengalami kebingungan atau bahkan menolak impor, seperti negara bagian Uttar Pradesh.
India tengah mempercepat pasokan batu bara impor karena adanya lonjakan penggunaan listrik. Impor juga diharapkan bisa mengamankan pasokan batu hitam untuk menghadapi musim hujan Juli-September mendatang.
Sementara itu, China diperkirakan akan membuka lockdown pada Juni mendatang. Keputusan tersebut diharapkan bisa meningkatkan aktivitas ekonomi sekaligus permintaan batu bara di Negara Tirai Bambu.
Impor batu bara China turun 16% menjadi 75,41 juta ton pada Januari-April tahun ini. Penurunan impor salah satunya dipicu oleh lockdown, terutama di pusat bisnis Shanghai.
Harga batu bara juga diprediksi masih bergerak positif karena semakin menipisnya persediaan gas untuk kawasan Eropa. Kawasan tersebut selama ini menggantungkan 40% pasokan gas alam dari Rusia.
Eropa bahkan terancam akan kehabisan pasokan gas alam sebelum November tahun ini karena mereka membatasi impor gas Rusia. Kondisi tersebut bisa meningkatkan permintaan batu bara sebagai sumber energi alternatif di kawasan tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA